Anti
monopoli
Sebelum memasuki pada undang – undang antimonopoli, ada baiknya kita
sedikit saja mengetahui definisi dari antimonopoli tersebut.
Masyarakat menyebutnya
dengan “dominasi” atau “antitrust” yang sebenarnya sepadan dengan istilah “anti
monopoli”. Istilah itu dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana
seseorang menguasai pasar. Dimana pasar tersebut tidak lagi menyediakan produk
subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk
menerapkan harga produk dengan lebih tinggi, tanpa harus mengikuti hukum
persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
undang – undang anti
monopoli No 5 Tahun 1999. Ketentuan tentang anti
monopoli atau persaingan curang sebelum diatur dalam undang – undang anti
monopoli tersebut. Diatur dalam ketentuan – ketentuan sebagai berikut:
a. Undang
– undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian à diatur dalam Pasal 7
ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2)
b. Kitab
undang – undang Hukum Pidana à terdapat satu pasal, yaitu pasal 382
bis
c. Undang
– undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995 à ketentuan monopoli
diatur dalam pasal 104 ayat (1)
Undang – undang anti
monopoli No 5 Tahun 1999memberi arti kepada “monopolis”
sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal
1 ayat (1) undang – undang anti monopoli). Sementara yang dimaksud
dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan ekonomi oleh salah satu atau
lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha
secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam
(pasal 1 ayat (2) undang – undang anti monopoli).
Dengan demikian Undang –
undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberikan arti kepada posisi dominan atau
perbuatan anti persaingan lainnya mencakup baik kompetisi yang“interbrand”
(kompetisi diantara produsen produk yang generiknya sama) melarang satu
perusahaan menguasai 100 persen pasar. Maupun kompetisi yang “intraband”
(kompetisi diantara distributor atas produk dari produsen tertentu).(Munir
Fuady 2003: 6)
Anti oligopoli
Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1),
apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Bagian Kedua (Penetapan Harga)
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1),
apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Bagian Kedua (Penetapan Harga)
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar